Adegan berikutnya adalah Surti yang menarik tubuh Ramon untuk menindih tubuhnya. Kembali kedua bibir mereka berpagutan. Tangan Ramon memainkan jari-jarinya pada klitoris istriku sesaat untuk kemudian merogohi lubang vaginanya.
Bokong Surti naik turun untuk menjemput jari-jari Ramon agar menusuki lebih dalam lagi.
Surti mengeluarkan jeritan kecil dan desahan,”Acchhh… Nggak tahaann… Ayoo Mass, aku tak tahan lagiii…” sambil pantatnya terus menerus naik turun.
Tahu bahwa sudah saatnya senjata utamanya dilepaskan Ramon bergerak mendaki tubuh Surti dan Surti secara refleks merentangkan paha kiri dan mengangkat paha kan ke bahunya.
Kini saatnya kusaksikan detik-detik kerinduan istriku Surti akan penis gede yang menembusi vaginanya akan kesampaian.
Tangan Ramon meraih kemaluannya yang gede panjang itu dan mengarahkan tepat pada lubang vagina Surti yang telah siap menerimanya.
Dieluskannya kepala penisnya pada celah vagina itu untuk mendapatkan cairan pelumas dari vagina istriku. Dan kemudian… Mulai nampak ada dorongan… Dan dorongan… Dan sekali lagi dorongan… Dan bleezz… Blezzz…
Istriku yang menyeringai tidak sama sekali kehilangan ke-ayu-annya. Dia sama sekali tidak menunjukkan semacam rasa was-was. Justru dia nampak sangat menantikan saat-saat ini. Penis sebesar itu mungkin akan menyobek vaginanya. Sesaat dia nampak kesakitan. Yaaa.. Dia kesakitan…
Aku juga agak panik menyaksikannya…
Surti menjerit… Mengaduuhhh… Minta ampuunn… Amppuunn…
Tetapi dorongan Ramon tak pernah terhentikan hingga akhirnya batang gede dan keras sepanjang 20 cm itu masuk amblas kelubang vagina istriku. Bukan main.
Aku sempat menyaksikan bagaimana bibir vagina Surti melesak terbawa masuk saat penis Ramon menembus vaginanya.
Dengan tangannya Ramon merangkul paha dan bibirnya menciumi kaki istriku dan mulai memompa.
Penisnya berayun keluar dan masuk menembusi vagina, “Ohh.. Yaacchh… Yeezz…”.
Vagina Surti mencengkeram dengan kuat setiap tusukkan dan tarikan penis Ramon, akibatnya bibir itu nampak terbawa keluar dan masuk mengikuti iramanya tarikan dan tusukkan.
Semakin banyak Ramon memompa, semakin naik gelinjang syahwat Surti. Kini nampak kepala Surti menggeleng ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan.
Aku sangat tahu, selama 15 tahun ini aku nggak pernah mampu memberikan kenikmatan sebesar itu.
Surti sendiri merasakan hal yang sangat dahsyat. Dinding kemaluannya menjadi demikian mengetat. Rasanya saraf-saraf erotiknya menciptakan jaring yang saling kompak untuk menjepit batangan penis Ramon. Dan hasilnya bagi Ramon maupun Surti adalah rasa sangat legit.
Dalam mengayun atau memompa Ramon memiliki “sense”yang hebat. Terkadang pelan dan pelan sekali, kemudian cepat dan cepat sekali.
Permainan yang silih berganti ini memberikan sensasi erotik untuk syahwat Surti. Dan akibatnya ada semacam rasa haus yang melandanya. Inilah yang disebut sebagai kehausan erotik.
Efek kehausan erotik itu membuat Surti limbung dan memerlukan media untuk penyaluran. Misalnya meremasi kain sprei, atau mencakari lawan seksualnya, atau menggigit bantal. Ramon tahu apa yang saat ini menyerang Surti. Dengan cepat diulurkan jari-jari tangannya ke mulut Surti. Dan benar. Dengan cepat mulut Surti mengulum dan mengemuti jari-jari dan jempol Ramon. Macam anak orok yang menangis dan diam saat diberi dot, Surti menjadi lebih tenang walaupun terus merintih dan berdesah.
Sejenak kemudian Ramon mencabut penisnya dari kemaluan istriku, kemudian menurunkan kaki dari pundaknya. Dia merubah posisi. Ditariknya tubuh Surti ketepian kasur kemudian kembali mengangkat tungkai kaki Surti, kali ini ke-dua-duanya, kembali ke bahunya. Dengan posisi ini penis Ramon kembali menembusi vagina istriku secara lebih melesak ke dalam lagi. Dan saat pertama kemaluan itu masuk, istriku sempat menjerit. Mungkin sekali disebabkan kemaluan panjang itu langsung menyentuh G-spotnya.
Kemudian yang kulihat Ramon kembali mengayun-ayun dan memompa secara ritmis. Surti mengimbangi pompaan Ramon dengan goyangan dan geliat pinggulnya.
Sungguh keduanya nampak serasi dalam kerjasama mengayuh samudra nikmat yang bertara itu. Tiba-tiba Surti bergerak agresip. Dia bangkit dari kasur. Ditariknya lengan Ramon agar dia ganti yang telentang.
Surti naik menindih tubuh Ramon. Dengan duduk mengangkangi, dia raih kemaluan Ramon dan diarahkannya memasuki vaginanya. Dan… Blezzz, batang 20 cm itu langsung tenggelam dalam jepitan ketat vagina Surti.
Kini Surtilah yang bergerak seperti memompa. Gerakan Surti persis seperti orang mencuci di penggilesan. Bedanya adalah, kalau tukang cuci mendorong tangannya yang maju mundur untuk menggilas pakaian yang dicucinya, tetapi Surti mendorong dan kemudian menarik pantatnya untuk menarik dorong vaginanya menggilas kemaluan Ramon.
Dengan cara itu kemaluan Ramon langsung menyodoki G-spot Surti. Perubahan posisi ini rupanya merupakan obsesi Surti dalam upaya menikmati secara maksimal penis Ramon. Aku yang menyaksikannya dari arah belakang melihat bagaimana bibir vagina Surti nampak ketat sesak keluar masuk mengikuti keluar masuknya penis segede itu.
Dengan tambahan inisiatip Ramon yang menggoyang naik turunkan pantatnya, sempurnalah harapan Surti dalam mengarungi samudra nikmat itu. Nampak keduanya saling berpacu mengejar puncak-puncak syahwatnya.
Dan kembali kulihat Surti berada diambang orgasmenya. Dia ayunkan kepalanya ke depan dan ke belakang atau ke kanan dan kekiri sehingga rambutnya yang panjang itu terlempar sana sini seperti rambut penyanyi rock yang sedang kesetanan.
Keringatnya nampak mengalir dalam dinginnya AC kamar. Surti benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggapai kepuasannya. Bermenit-menit telah lewat, gerakan mereka tidak nampak mengendor. Aku yakin Surti mendapatkan multi orgasme. Mungkin orgasme beruntun yang sangat panjang. Dan dia belum akan berhenti.
Berikutnya kembali Ramon yang ganti mengambil peranan. Dipeluknya Surti. Dipagut tengkuknya. Ramon menggeser tubuhnya ke arah punggungnya. Dia dorong Surti hingga merangkak. Ramon asongkan penisnya menembusi kemaluan Surti dari arah belakang. Anjing kawin, itulah gaya yang mereka lakoni sekarang.
Dan Ramon kembali mulai memompa dari arah belakang. Surti kembali melempar-lemparkan rambutnya yang panjang itu. Duhhh… Betapa cantiknyaa… Banowati ini…
Dalam telanjang dan mengkilat karena keringatnya, Surti menggeliat dan memaling-malingkan mukanya atau mengantuk-antukkan kepala dan melemparkan rambutnya ke depan dan kebelakang. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mendebarkan dan amat erotis. Hingga akhirnya Ramonlah yang kewalahan.
Dia mempercepat pompaannya dan berteriak ke Surti, “Acchh… Surtiii… Akuu mauu keluarrr…”.
Dan yang kemudian aku saksikan adalah benar-benar sama sekali di luar perkiraanku. Dan itu sangat memukul harga diriku.
Teriakan Ramon itu disertai dengan menjambak rambut istriku dan kemudian seakan memaksa rebah telentang ke kasur. Dan dengan sigap Ramon bergerak mengangkangi Surti dengan dengan tetap menjambak rambutnya, menekan kepalanya ke kasur dan mengasongkan penisnya yang nampak berurat-urat itu ke mulut istriku.
Semula aku pikir Surti pasti akan menghindar dan menolaknya. Aku tahu persis dia sangat geli atau jijik untuk cara macam itu. Tetapi apa yang terjadi. Dia sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda perlawanan.
Bahkan saat ujung penis Ramon menyentuh bibirnya langsung terbuka. Lidahnya menjulur-julur siap menerima apa yang akan tumpah ke mulutnya. Matanya nanar mengamati seluruh sosok Ramon. Mata yang haus dalam penantian.
Dan dengan suara seperti teriakan kemenangan gorilla jantan, Ramon memuntahkan spermanya ke mulut Surti istriku ini. Nampak sesaat istriku gelagapan dan cairan-cairan sperma meleleh keluar dari mulut mungilnya itu.
Berkali-kali batang penis itu mengangguk-angguk setiap kali air mani itu menyemprot. Dan istriku ternyata dengan lahapnya menerimanya. Sungguh aku tak berpikir bahwa Surti akan minum sperma.
Apalagi sperma orang lain. Dia tak pernah menunjukkan gejala suka pada hal tersebut. Bahkan ketika nonton BF ataupun VCD dia selalu mau muntah kalau menyaksikan adegan macam itu. Tetapi kali ini, apa yang membuat dia menjadi demikian lain.
Adakah aku yang baru tahu…?!
Dan ketika penis itu memuncratkan berliter-liter sperma, Surti melahapnya dengan rakus. Bahkan yang tercecer di dagu, pipi, susu dan tangannyapun masih dia colek dan jilati. Benar-benarrr… Deh si Surtikuuu…
Ramon langsung telentang kecapaian. Mereka telah bekerja keras untuk kepuasan yang mereka dapatkan. Surti bangun dan kembali mengambil minuman dingin yang disertai makanan kecil, nampaknya sebungkus coklat. Yaa.., itu akan cepat menyegarkan dan memulihkan tenaga mereka. Dia ambil juga untuk Ramon.
Saat itu Surti melihat ke arahku dan kemudian melangkah. Aku buru-buru loncat ke ranjang berpura-pura tidur. Dia melongok ke ranjangku sesaat untuk kemudian balik keranjangnya. Aku yakin dia tidak percaya kalau aku tidur.
Dia tahu aku dan membiarkan aku bebas memilih apa mauku. Dia tak mau menggangguku yang bisa-bisa mengganggu kenikmatan-kenikmatan yang akan dia raih berikutnya.
Beberapa saat kemudian kudengar kembali kecupan-kecupan lembut. Ah…, mereka telah meraih staminanya kembali. Babak-babak lanjutan akan kembali berlangsung. Sesudah aku juga ikut minum dan makan coklat aku kembali ke “connecting door” untuk menyaksikan babak-babak lanjutan ini.
Malam itu mereka bergelut hingga menjelang pagi. Entah berapa kali mereka melakukan persetubuhan. Kulihat Surti berbelas kali meraih orgasmenya. Dia menemukan pengalaman yang orang sebut “orgasme beruntun” atau multi orgasme.
Dia benar-benar bak kuda liar atau cheetah yang lapar. Dan yang lebih aku herankan adalah Ramon yang tetap saja tegak dan tegar melayani istriku di ranjang penuh nafsu itu. Bagaimana kemaluannya tetap saja tegak dan berkilat-kilat untuk terus memberikan kesempatan pada istriku meraih kepuasannya.
Aku sendiri sudah roboh kehabisan spermaku. Aku melakukan berkali-kali onani sambil menyaksikan persetubuhan istriku dengan lelaki itu. Batang dan ujung kemaluanku kini berasa sangat pedih dan panas. Aku nggak tahan lagi menyaksikan mereka hingga usai. Aku rebah ke ranjang walaupun tidak tidur. Segala iri dan cemburuku pupus menerima kenyataan yang terus berlanjut.
Istriku belum bangun saat Ramon muncul di kamarku dalam keadaan sudah berpakaian rapi. Dia minta maaf untuk pergi lebih awal. Dia bilang istriku pasti sangat lelah dan membiarkannya tetap tidur. Aku memahami. Kusodorkan amplop imbalan jasa padanya.
Aku bilang, “Kamu hebat. Apa resepnya ?”, yang hanya dijawab dengan senyuman sambil menerima amplopku.
Saat di ambang pintu dia berbalik dan berbisik padaku. Nafsu syahwat istriku sangat besar. Jangan heran atau kaget kalau istriku akan minta lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti semalaman ini. Mungkin akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang.
Ah, gayanya macam konsultan psikolog saja. Dia juga pesan sebaiknya jangan lagi panggil dia untuk menghindari tumbuhnya kontak batin yang bisa berkembang menjadi saling terikat. Dia juga tawarkan padaku, kalau diperlukan dia bisa memberikan beberapa alamat pria yang memberikan jasa macam dia.
“Jangan khawatir. Mereka adalah orang-orang yang sehat, santun dan rata-rata cukup terpelajar”, katanya sepertinya mempromosikan usahanya.
Istriku baru bangun jam 8 pagi. Dia bilang lapar dan minta aku untuk pesan makanan ke room service. Kami tidak banyak bicara pagi itu. Aku sendiri berlagak “everything is OK”.
Sesudah mandi dan makan kami keluar dari hotel. Surti langsung jalan ke kantornya.
Ah…, Jakarta terus bergulir dalam keriuhan paginya. Kemacetan jalan-jalan nampak menelan seluruh jalanan metropolitan ini.
Segalanya berlangsung sebagaimana hari-hari yang lain. Segala luka dan duka seakan terhapus dalam keriuhan ini.
Di kantor aku langsung tenggelam dalam tugas rutinku. Saat jam makan siang istriku menelpon, “Sudah makan, Mas ? Makan apa ? Enak ?”, demikianlah se-akan tak ada yang istimewa telah terjadi.
Yah, memang. Bagi Metropoiltan Jakarta, tak banyak yang istimewa terjadi. Kini yang sering datang dalam benakku adalah bisikkan Ramon saat di ambang pintu hotel itu, yang agar tidak heran atau kaget kalau istriku akan minta lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti semalaman ini.
Akan halnya aku sendiri mungkin mengalami semacam “methamorphose”. Rasanya kini aku berubah untuk lebih bisa menerima kenyataan. Atau lebih tepatnya, “lebih bisa menikmati kenyataan”.
Bahkan, diam-diam akulah yang ketagihan. Kapan lagi bisa menyaksikan Surti isteriku digauli orang lain dengan penuh nikmat syahwat ? Kapan lagi aku bisa mendengar rintihan atau desahannya saat menanggung derita birahi ?
Kapan lagi aku bisa menyaksikan bibir mungil dan lidah cantik isteriku menjilat dan menciumi penis gede lelaki lain ? Dan bahkan kemudian minum sperma yang muntah di mulutnya ? Kapan lagi aku bisa menyaksikan bagaimana kemaluan si jelita yang sempit itu ditindas dan libas oleh penis segede Ramon punya itu ? Ah… Kapan lagi…? ?
*****
E N D
Bokong Surti naik turun untuk menjemput jari-jari Ramon agar menusuki lebih dalam lagi.
Surti mengeluarkan jeritan kecil dan desahan,”Acchhh… Nggak tahaann… Ayoo Mass, aku tak tahan lagiii…” sambil pantatnya terus menerus naik turun.
Tahu bahwa sudah saatnya senjata utamanya dilepaskan Ramon bergerak mendaki tubuh Surti dan Surti secara refleks merentangkan paha kiri dan mengangkat paha kan ke bahunya.
Kini saatnya kusaksikan detik-detik kerinduan istriku Surti akan penis gede yang menembusi vaginanya akan kesampaian.
Tangan Ramon meraih kemaluannya yang gede panjang itu dan mengarahkan tepat pada lubang vagina Surti yang telah siap menerimanya.
Dieluskannya kepala penisnya pada celah vagina itu untuk mendapatkan cairan pelumas dari vagina istriku. Dan kemudian… Mulai nampak ada dorongan… Dan dorongan… Dan sekali lagi dorongan… Dan bleezz… Blezzz…
Istriku yang menyeringai tidak sama sekali kehilangan ke-ayu-annya. Dia sama sekali tidak menunjukkan semacam rasa was-was. Justru dia nampak sangat menantikan saat-saat ini. Penis sebesar itu mungkin akan menyobek vaginanya. Sesaat dia nampak kesakitan. Yaaa.. Dia kesakitan…
Aku juga agak panik menyaksikannya…
Surti menjerit… Mengaduuhhh… Minta ampuunn… Amppuunn…
Tetapi dorongan Ramon tak pernah terhentikan hingga akhirnya batang gede dan keras sepanjang 20 cm itu masuk amblas kelubang vagina istriku. Bukan main.
Aku sempat menyaksikan bagaimana bibir vagina Surti melesak terbawa masuk saat penis Ramon menembus vaginanya.
Dengan tangannya Ramon merangkul paha dan bibirnya menciumi kaki istriku dan mulai memompa.
Penisnya berayun keluar dan masuk menembusi vagina, “Ohh.. Yaacchh… Yeezz…”.
Vagina Surti mencengkeram dengan kuat setiap tusukkan dan tarikan penis Ramon, akibatnya bibir itu nampak terbawa keluar dan masuk mengikuti iramanya tarikan dan tusukkan.
Semakin banyak Ramon memompa, semakin naik gelinjang syahwat Surti. Kini nampak kepala Surti menggeleng ke kanan dan ke kiri menahan kenikmatan.
Aku sangat tahu, selama 15 tahun ini aku nggak pernah mampu memberikan kenikmatan sebesar itu.
Surti sendiri merasakan hal yang sangat dahsyat. Dinding kemaluannya menjadi demikian mengetat. Rasanya saraf-saraf erotiknya menciptakan jaring yang saling kompak untuk menjepit batangan penis Ramon. Dan hasilnya bagi Ramon maupun Surti adalah rasa sangat legit.
Dalam mengayun atau memompa Ramon memiliki “sense”yang hebat. Terkadang pelan dan pelan sekali, kemudian cepat dan cepat sekali.
Permainan yang silih berganti ini memberikan sensasi erotik untuk syahwat Surti. Dan akibatnya ada semacam rasa haus yang melandanya. Inilah yang disebut sebagai kehausan erotik.
Efek kehausan erotik itu membuat Surti limbung dan memerlukan media untuk penyaluran. Misalnya meremasi kain sprei, atau mencakari lawan seksualnya, atau menggigit bantal. Ramon tahu apa yang saat ini menyerang Surti. Dengan cepat diulurkan jari-jari tangannya ke mulut Surti. Dan benar. Dengan cepat mulut Surti mengulum dan mengemuti jari-jari dan jempol Ramon. Macam anak orok yang menangis dan diam saat diberi dot, Surti menjadi lebih tenang walaupun terus merintih dan berdesah.
Sejenak kemudian Ramon mencabut penisnya dari kemaluan istriku, kemudian menurunkan kaki dari pundaknya. Dia merubah posisi. Ditariknya tubuh Surti ketepian kasur kemudian kembali mengangkat tungkai kaki Surti, kali ini ke-dua-duanya, kembali ke bahunya. Dengan posisi ini penis Ramon kembali menembusi vagina istriku secara lebih melesak ke dalam lagi. Dan saat pertama kemaluan itu masuk, istriku sempat menjerit. Mungkin sekali disebabkan kemaluan panjang itu langsung menyentuh G-spotnya.
Kemudian yang kulihat Ramon kembali mengayun-ayun dan memompa secara ritmis. Surti mengimbangi pompaan Ramon dengan goyangan dan geliat pinggulnya.
Sungguh keduanya nampak serasi dalam kerjasama mengayuh samudra nikmat yang bertara itu. Tiba-tiba Surti bergerak agresip. Dia bangkit dari kasur. Ditariknya lengan Ramon agar dia ganti yang telentang.
Surti naik menindih tubuh Ramon. Dengan duduk mengangkangi, dia raih kemaluan Ramon dan diarahkannya memasuki vaginanya. Dan… Blezzz, batang 20 cm itu langsung tenggelam dalam jepitan ketat vagina Surti.
Kini Surtilah yang bergerak seperti memompa. Gerakan Surti persis seperti orang mencuci di penggilesan. Bedanya adalah, kalau tukang cuci mendorong tangannya yang maju mundur untuk menggilas pakaian yang dicucinya, tetapi Surti mendorong dan kemudian menarik pantatnya untuk menarik dorong vaginanya menggilas kemaluan Ramon.
Dengan cara itu kemaluan Ramon langsung menyodoki G-spot Surti. Perubahan posisi ini rupanya merupakan obsesi Surti dalam upaya menikmati secara maksimal penis Ramon. Aku yang menyaksikannya dari arah belakang melihat bagaimana bibir vagina Surti nampak ketat sesak keluar masuk mengikuti keluar masuknya penis segede itu.
Dengan tambahan inisiatip Ramon yang menggoyang naik turunkan pantatnya, sempurnalah harapan Surti dalam mengarungi samudra nikmat itu. Nampak keduanya saling berpacu mengejar puncak-puncak syahwatnya.
Dan kembali kulihat Surti berada diambang orgasmenya. Dia ayunkan kepalanya ke depan dan ke belakang atau ke kanan dan kekiri sehingga rambutnya yang panjang itu terlempar sana sini seperti rambut penyanyi rock yang sedang kesetanan.
Keringatnya nampak mengalir dalam dinginnya AC kamar. Surti benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggapai kepuasannya. Bermenit-menit telah lewat, gerakan mereka tidak nampak mengendor. Aku yakin Surti mendapatkan multi orgasme. Mungkin orgasme beruntun yang sangat panjang. Dan dia belum akan berhenti.
Berikutnya kembali Ramon yang ganti mengambil peranan. Dipeluknya Surti. Dipagut tengkuknya. Ramon menggeser tubuhnya ke arah punggungnya. Dia dorong Surti hingga merangkak. Ramon asongkan penisnya menembusi kemaluan Surti dari arah belakang. Anjing kawin, itulah gaya yang mereka lakoni sekarang.
Dan Ramon kembali mulai memompa dari arah belakang. Surti kembali melempar-lemparkan rambutnya yang panjang itu. Duhhh… Betapa cantiknyaa… Banowati ini…
Dalam telanjang dan mengkilat karena keringatnya, Surti menggeliat dan memaling-malingkan mukanya atau mengantuk-antukkan kepala dan melemparkan rambutnya ke depan dan kebelakang. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mendebarkan dan amat erotis. Hingga akhirnya Ramonlah yang kewalahan.
Dia mempercepat pompaannya dan berteriak ke Surti, “Acchh… Surtiii… Akuu mauu keluarrr…”.
Dan yang kemudian aku saksikan adalah benar-benar sama sekali di luar perkiraanku. Dan itu sangat memukul harga diriku.
Teriakan Ramon itu disertai dengan menjambak rambut istriku dan kemudian seakan memaksa rebah telentang ke kasur. Dan dengan sigap Ramon bergerak mengangkangi Surti dengan dengan tetap menjambak rambutnya, menekan kepalanya ke kasur dan mengasongkan penisnya yang nampak berurat-urat itu ke mulut istriku.
Semula aku pikir Surti pasti akan menghindar dan menolaknya. Aku tahu persis dia sangat geli atau jijik untuk cara macam itu. Tetapi apa yang terjadi. Dia sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda perlawanan.
Bahkan saat ujung penis Ramon menyentuh bibirnya langsung terbuka. Lidahnya menjulur-julur siap menerima apa yang akan tumpah ke mulutnya. Matanya nanar mengamati seluruh sosok Ramon. Mata yang haus dalam penantian.
Dan dengan suara seperti teriakan kemenangan gorilla jantan, Ramon memuntahkan spermanya ke mulut Surti istriku ini. Nampak sesaat istriku gelagapan dan cairan-cairan sperma meleleh keluar dari mulut mungilnya itu.
Berkali-kali batang penis itu mengangguk-angguk setiap kali air mani itu menyemprot. Dan istriku ternyata dengan lahapnya menerimanya. Sungguh aku tak berpikir bahwa Surti akan minum sperma.
Apalagi sperma orang lain. Dia tak pernah menunjukkan gejala suka pada hal tersebut. Bahkan ketika nonton BF ataupun VCD dia selalu mau muntah kalau menyaksikan adegan macam itu. Tetapi kali ini, apa yang membuat dia menjadi demikian lain.
Adakah aku yang baru tahu…?!
Dan ketika penis itu memuncratkan berliter-liter sperma, Surti melahapnya dengan rakus. Bahkan yang tercecer di dagu, pipi, susu dan tangannyapun masih dia colek dan jilati. Benar-benarrr… Deh si Surtikuuu…
Ramon langsung telentang kecapaian. Mereka telah bekerja keras untuk kepuasan yang mereka dapatkan. Surti bangun dan kembali mengambil minuman dingin yang disertai makanan kecil, nampaknya sebungkus coklat. Yaa.., itu akan cepat menyegarkan dan memulihkan tenaga mereka. Dia ambil juga untuk Ramon.
Saat itu Surti melihat ke arahku dan kemudian melangkah. Aku buru-buru loncat ke ranjang berpura-pura tidur. Dia melongok ke ranjangku sesaat untuk kemudian balik keranjangnya. Aku yakin dia tidak percaya kalau aku tidur.
Dia tahu aku dan membiarkan aku bebas memilih apa mauku. Dia tak mau menggangguku yang bisa-bisa mengganggu kenikmatan-kenikmatan yang akan dia raih berikutnya.
Beberapa saat kemudian kudengar kembali kecupan-kecupan lembut. Ah…, mereka telah meraih staminanya kembali. Babak-babak lanjutan akan kembali berlangsung. Sesudah aku juga ikut minum dan makan coklat aku kembali ke “connecting door” untuk menyaksikan babak-babak lanjutan ini.
Malam itu mereka bergelut hingga menjelang pagi. Entah berapa kali mereka melakukan persetubuhan. Kulihat Surti berbelas kali meraih orgasmenya. Dia menemukan pengalaman yang orang sebut “orgasme beruntun” atau multi orgasme.
Dia benar-benar bak kuda liar atau cheetah yang lapar. Dan yang lebih aku herankan adalah Ramon yang tetap saja tegak dan tegar melayani istriku di ranjang penuh nafsu itu. Bagaimana kemaluannya tetap saja tegak dan berkilat-kilat untuk terus memberikan kesempatan pada istriku meraih kepuasannya.
Aku sendiri sudah roboh kehabisan spermaku. Aku melakukan berkali-kali onani sambil menyaksikan persetubuhan istriku dengan lelaki itu. Batang dan ujung kemaluanku kini berasa sangat pedih dan panas. Aku nggak tahan lagi menyaksikan mereka hingga usai. Aku rebah ke ranjang walaupun tidak tidur. Segala iri dan cemburuku pupus menerima kenyataan yang terus berlanjut.
Istriku belum bangun saat Ramon muncul di kamarku dalam keadaan sudah berpakaian rapi. Dia minta maaf untuk pergi lebih awal. Dia bilang istriku pasti sangat lelah dan membiarkannya tetap tidur. Aku memahami. Kusodorkan amplop imbalan jasa padanya.
Aku bilang, “Kamu hebat. Apa resepnya ?”, yang hanya dijawab dengan senyuman sambil menerima amplopku.
Saat di ambang pintu dia berbalik dan berbisik padaku. Nafsu syahwat istriku sangat besar. Jangan heran atau kaget kalau istriku akan minta lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti semalaman ini. Mungkin akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang.
Ah, gayanya macam konsultan psikolog saja. Dia juga pesan sebaiknya jangan lagi panggil dia untuk menghindari tumbuhnya kontak batin yang bisa berkembang menjadi saling terikat. Dia juga tawarkan padaku, kalau diperlukan dia bisa memberikan beberapa alamat pria yang memberikan jasa macam dia.
“Jangan khawatir. Mereka adalah orang-orang yang sehat, santun dan rata-rata cukup terpelajar”, katanya sepertinya mempromosikan usahanya.
Istriku baru bangun jam 8 pagi. Dia bilang lapar dan minta aku untuk pesan makanan ke room service. Kami tidak banyak bicara pagi itu. Aku sendiri berlagak “everything is OK”.
Sesudah mandi dan makan kami keluar dari hotel. Surti langsung jalan ke kantornya.
Ah…, Jakarta terus bergulir dalam keriuhan paginya. Kemacetan jalan-jalan nampak menelan seluruh jalanan metropolitan ini.
Segalanya berlangsung sebagaimana hari-hari yang lain. Segala luka dan duka seakan terhapus dalam keriuhan ini.
Di kantor aku langsung tenggelam dalam tugas rutinku. Saat jam makan siang istriku menelpon, “Sudah makan, Mas ? Makan apa ? Enak ?”, demikianlah se-akan tak ada yang istimewa telah terjadi.
Yah, memang. Bagi Metropoiltan Jakarta, tak banyak yang istimewa terjadi. Kini yang sering datang dalam benakku adalah bisikkan Ramon saat di ambang pintu hotel itu, yang agar tidak heran atau kaget kalau istriku akan minta lagi kenikmatan-kenikmatan yang dia dapatkan seperti semalaman ini.
Akan halnya aku sendiri mungkin mengalami semacam “methamorphose”. Rasanya kini aku berubah untuk lebih bisa menerima kenyataan. Atau lebih tepatnya, “lebih bisa menikmati kenyataan”.
Bahkan, diam-diam akulah yang ketagihan. Kapan lagi bisa menyaksikan Surti isteriku digauli orang lain dengan penuh nikmat syahwat ? Kapan lagi aku bisa mendengar rintihan atau desahannya saat menanggung derita birahi ?
Kapan lagi aku bisa menyaksikan bibir mungil dan lidah cantik isteriku menjilat dan menciumi penis gede lelaki lain ? Dan bahkan kemudian minum sperma yang muntah di mulutnya ? Kapan lagi aku bisa menyaksikan bagaimana kemaluan si jelita yang sempit itu ditindas dan libas oleh penis segede Ramon punya itu ? Ah… Kapan lagi…? ?
*****
E N D
No comments:
Post a Comment